Serangan Balik Kejagung ke Hakim Eko Soal Vonis Ringan Harvey Moeis: Nilai Terlalu Subjektif hingga Tuntutan Jaksa Sesuai Fakta

photo author
- Selasa, 31 Desember 2024 | 22:21 WIB
Terdakwa kasus korupsi PT Timah, Harvey Moeis yang divonis ‘ringan’ oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. (Instagram.com/@sandradewi88)
Terdakwa kasus korupsi PT Timah, Harvey Moeis yang divonis ‘ringan’ oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. (Instagram.com/@sandradewi88)

Berdasarkan hal itu, akhirnya hakim menilai tuntutan jaksa 12 tahun penjara terhadap Harvey Moeis terlalu tinggi. Eko pun menyatakan hukuman Harvey harus dikurangi.

"Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut sehingga majelis hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan penuntut umum terhadap tiga terdakwa, Harvey Moeis, Suparta, Reza terlalu tinggi dan harus dikurangi," tegasnya.

Berkaca dari hal itu, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak menilai kepastian hukum merupakan kebutuhan utama bagi pelaku bisnis, termasuk pada sektor tambang.

Lantas, bagaimana potret buruk kasus korupsi yang terjadi di sektor pertambangan? Berikut ini ulasan selengkapnya.

Baca Juga: Banding Kekayaan Harvey Moeis vs Helena Lim, Dua Koruptor dalam Kasus PT Timah yang Rugikan Negara Rp300 Triliun!

Ketidakpastian Hukum dalam Sektor Tambang

Dalam kesempatan berbeda, Ali menuturkan apabila yang terjadi justru sebaliknya yakni ketidakpastian hukum dalam sektor pertambangan, maka berpotensi merusak iklim investasi di Indonesia.

"Hal yang paling sulit di negeri ini adalah kepastian hukum. Padahal, yang paling dibutuhkan oleh pelaku bisnis adalah kepastian hukum," ujar Ali kepada awak media di Jakarta, pada Selasa, 24 Desember 2024 lalu.

Direktur CESS itu berpendapat isu tersebut pun semakin relevan setelah kasus korupsi PT Timah yang melibatkan Harvey Moeis, karena dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan dihitung sebagai kerugian negara dan dijadikan dasar untuk tindak pidana korupsi.

Ali menyoroti tanggung jawab atas dampak lingkungan seharusnya sudah menjadi tanggung jawab perusahaan dengan melakukan penghijauan kembali atau pengelolaan lahan pasca-tambang, bukan kerugian negara.

"Dampak lingkungan ditanggung negara jika terkait infrastruktur dasar yang memang menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya atau terjadi force majeur (bencana alam, kerusuhan, dan lain-lain)," terangnya.

Baca Juga: Media Vietnam Sindir Fans Indonesia Usai The Golder Star Tembus Final AFF 2024: Hanya Nonton tapi Berani Mengejek Tim Lain

Ketimpangan Hukum Bikin Pelaku Korupsi Merajalela

Ali juga menilai adanya ketimpangan dalam penerapan hukum lantaran banyak pengusaha tambang yang patuh terhadap aturan justru terkena dampaknya, sedangkan pelaku nakal yang merusak lingkungan tetap aman.

Direktur CESS itu juga menjelaskan dalam bisnis tambang sebenarnya sudah ada aturan jelas dalam izin usaha pertambangan (IUP) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Bambang Hermawan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X