nasional

Fenomena Joki Strava di Indonesia: Saat Orang Rela Bayar Pelari demi Pencitraan di Medsos

Kamis, 14 Agustus 2025 | 22:01 WIB
Platform Strava, pelacak aktivitas olahraga yang mewarnai tren baru di Indonesia. ((Unsplash.com/AppShunter))

ALUR INFORMASI - Sedang hangat diperbincangkan terkait platform pelacak aktivitas olahraga, Strava yang kini tengah diwarnai tren baru yang cukup unik, bahkan kontroversial.

Muncul fenomena penggunanya yang rela membayar orang lain untuk berlari atas nama mereka, demi memamerkan catatan waktu dan jarak tempuh yang mengesankan di profil mereka.

Padahal, Strava yang populer di kalangan pelari di seluruh dunia, biasanya digunakan untuk memantau progres latihan, mencatat rekor pribadi, dan bersaing di papan peringkat komunitas.

Baca Juga: Lipstik Merah Merona di Hari Kemerdekaan, Why Not? Ini Rekomendasinya

"Sayangnya, pengaruh media sosial membuat sebagian orang mencari jalan pintas untuk terlihat hebat di mata publik," tulis The Running Week yang dikutip pada Selasa, 12 Agustus 2025.

Tren ini dikenal dengan istilah strava jockey atau joki strava. Hal ini merujuk pada seseorang yang disewa untuk menjalankan rute atau lomba menggantikan pemilik akun asli.

Dengan begitu, sang pemilik akun bisa mengunggah hasil lari luar biasa tanpa harus berkeringat sendiri. Lantas, apa sebenarnya hal yang melatari fenomena ini?

Baca Juga: Budi Gunawan Sebut Kemenko Polkam Pantau Penyelesaian Kasus Kematian Prada Lucky Namo, Singgung soal Kehormatan Prajurit

Tekanan Tampil Prima di Medsos

The Running Week menilai, tekanan untuk selalu tampil prima di media sosial (medsos) menjadi pendorong utama.

Bagi sebagian orang yang sibuk, cedera, atau kehilangan motivasi, menyewa joki strava dianggap sebagai solusi cepat untuk tetap eksis di dunia lari digital tersebut.

Baca Juga: KPK Buka Suara soal Laporan Nikita Mirzani Terkait Dugaan Suap Reza Gladys kepada Aparat

Fenomena ini semakin menggoda ketika perlombaan virtual dan tantangan online menawarkan hadiah atau pengakuan publik bagi pemenangnya. Bagi sebagian orang, reputasi digital sama berharganya dengan prestasi nyata.

Namun, tren ini menimbulkan pertanyaan etis. Lari pada dasarnya adalah olahraga yang menekankan pencapaian pribadi dan kerja keras. Meminta orang lain berlari demi kita berarti memalsukan esensi dari olahraga itu sendiri.

Praktik ini juga berpotensi merusak keadilan kompetisi di Strava. Papan peringkat dan rekor pribadi menjadi tidak lagi mencerminkan kemampuan asli, sehingga bisa mengecilkan semangat para pelari yang berusaha dengan jujur.

Halaman:

Tags

Terkini