Dalam kesempatan yang sama, Bambang menyebut usulan itu bukanlah upaya membatasi demokrasi.
Baca Juga: Menilik Lagi Usulan Area Khusus Demo dari Menteri HAM, Klaim Jadi Solusi Aksi Tak Ganggu Jalan Raya
Sekretaris Fraksi Gerindra itu justru menganggap langkah ini dapat memperbaiki kualitas demokrasi karena suara yang muncul di media sosial akan benar-benar berasal dari warga, bukan dari akun anonim atau palsu.
“Maka kami berpikir bahwa ke depan, mudah-mudahan, bukan ini membatasi demokrasi, tapi kita harus memastikan bahwa jangan sampai ke depan dengan kebebasan bersosial media orang malah digunakan sebagai sarana untuk melakukan framing yang framing negatif untuk orang per orang atau lembaga,” terang Bambang.
Ia menegaskan, maksud dari aturan ini bukan melarang seseorang memiliki akun di berbagai platform, melainkan membatasi agar di satu aplikasi hanya ada satu akun per orang.
Baca Juga: Viral Video Prabowo Diputar Sebelum Film Mulai di Bioskop, Begini Kata Istana
Misalnya, seorang pengguna tetap bisa memiliki Instagram, Facebook, TikTok, dan WhatsApp, namun masing-masing hanya satu akun.
Ancaman Akun Anonim
Selain buzzer, Bambang juga menyoroti bahaya akun anonim. Menurutnya, akun-akun semacam ini rawan dipakai untuk menyebar fitnah hingga melakukan penipuan daring.
“Selain rawan digunakan untuk framing isu, akun-akun anonim ini juga marak dipergunakan untuk melakukan tindak pidana kejahatan. Banyak yang tertipu belanja barang, bahkan ada juga yang tertipu lainnya,” ungkapnya.
Karena itu, pejabat DPR RI itu mendorong adanya verifikasi identitas yang lebih ketat.
“Dan untuk menghindari maraknya akun palsu, maka perlu evaluasi dan pemberlakuan verifikasi yang ketat. Agar jangan sampai ada data orang lain dipergunakan untuk membuat akun anonim tersebut,” imbuhnya.
Jalan Panjang Menuju Regulasi
Meski tengah menuai sorotan, jalan menuju regulasi “satu orang satu akun” bagi warga RI kini dinilai masih panjang.