ekbis

Tahukah Kamu, Microplastik Mengancam Biota Laut? Ekonomi Sirkular Dapat Menjadi Solusi

Selasa, 8 November 2022 | 08:24 WIB
Ilustrasi mikroplastik

Dalam diskusi webinar yang digagas oleh PT. Waste4Change Alam Indonesia (Waste4Change) pengelolaan sampah untuk sampah plastik kemasan fleksibel (FPPW) di wilayah Jakarta sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan, karena FPPW mendominasi sekitar tiga perempat sampah yang bocor ke lingkungan.

Limbah plastik kemasan fleksibel mencakup aliran limbah yang mencakup film plastik, kantong, kemasan makanan fleksibel (termasuk lapisan tunggal dan berlapis-lapis) dan plastik fleksibel sekali pakai lainnya.

"Riset Waste4Change dari lima kecamatan di Jakarta menemukan bahwa 87,52 persen atau setara dengan 244,72 ton per hari sampah kemasan fleksibel masih berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hanya 2,99 persen sampah plastik kemasan fleksibel yang didaur ulang, 0,78 persen diolah menjadi pembangkit listrik sampah, dan 8,72 persen tidak tertangani,” kata Anissa Ratna Putri, Consulting Manager Waste4Change.

Peraturan dalam penanganan sampah

Eka Hilda, Ahli Muda Direktorat Pengelolaan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, mengatakan Peraturan No. P.75/MENLHK/SETJEN/KUM NOMOR.1/10/2019 dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia tentang Road Waste Map by Producer bertujuan untuk meminimalkan penumpukan sampah plastik kemasan fleksibel di Indonesia.

Peraturan tersebut, katanya, mengamanatkan produsen untuk juga bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah, aktif dalam daur ulang sampah dan penggunaan kembali sampah plastik. Eka Hilda mengatakan pesan utama Permen tersebut sejalan dengan resolusi United Nations Environment Assembly untuk mengakhiri polusi plastik dan peraturan tersebut juga sesuai dengan konsep Circular Economy.

Eka Hilda mengatakan di dalam negeri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah yang memantau produsen karena mengharuskan mereka untuk mencantumkan detail bahan produk apa pun dalam kemasan produknya.

“Kami berharap dengan adanya peraturan ini (Permen LHK P.75/2019), produsen dapat menjelaskan secara detail bahan yang mereka gunakan dalam kemasan produk. Mereka (produsen) juga perlu menginformasikan (BPOM) tentang bagaimana mereka berencana untuk mengumpulkan kembali sampah setelah (produk) digunakan, ”katanya.

Kekhawatiran yang semakin besar terhadap permasalahan sampah laut di Indonesia sebenarnya telah mendorong pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan melalui Peraturan Presiden No. 81/2018 tentang Penanganan Sampah Laut, dimana Rencana Aksi Nasional Sampah Laut bertujuan untuk mengurangi 70 persen sampah plastik laut pada tahun 2025.

Rencana Aksi ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan sejenisnya; dan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan sejenisnya, yang bertujuan untuk mengurangi timbulan sampah sebesar 30 persen dan meningkatkan penanganan sampah hingga 70 persen pada tahun 2025.

Pengurangan emisi rumah kaca Indonesia

Dalam perspektif yang lebih besar, Indonesia tampaknya memiliki misi baru pengurangan emisi rumah kaca untuk dicapai.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, pada pembukaan Sidang ke-26 Food and Agriculture Organization (FAO) Committee on Forestry (COFO 26) di Roma, Italia, Senin (3 Oktober 2022) waktu setempat, mengungkapkan bahwa target pengurangan emisi negara pada tahun 2050 ditingkatkan menjadi 31,89 persen dari 29 persen oleh sumber daya dan kemampuan negara itu sendiri  . Dengan mempertimbangkan dukungan internasional, angka ini dapat ditingkatkan lagi menjadi 43,20 persen dari target sebelumnya 41 persen.

Menteri Siti Nurbaya Bakar seperti dikutip kantor berita ANTARA mengatakan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pekan lalu menyampaikan target baru dalam Enhanced NDC atau dokumen kontribusi yang ditentukan secara nasional di Indonesia. Target baru ini memperbarui ‘Strategi Jangka Panjang Indonesia untuk Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim 2050 (LTS-LCCR 2050)’ yang diserahkan ke Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada Juli 2022.

Menteri Siti Nurbaya menambahkan, Indonesia juga berkomitmen untuk mengatasi berbagai masalah lingkungan, termasuk perubahan iklim, degradasi lahan, hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan kesehatan laut, deforestasi, polusi, limbah, aksesibilitas makanan dan air.

Halaman:

Tags

Terkini