khazanah

Mengupas Buah Pikiran Ibnu Khaldun, Sejarawan Muslim yang Mengungkap Siklus Jatuh Bangunnya Negara

Minggu, 10 Agustus 2025 | 21:14 WIB
Mengupas buah pikiran sejarawan muslim, Ibnu Khaldun. ((X.com/@Sadik0707))

ALUR INFORMASI - Ibnu Khaldun, nama yang hingga kini tetap harum dalam sejarah peradaban dunia, lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 Hijriah atau 27 Mei 1332 Masehi. Ia bukan sekadar seorang sejarawan, tapi juga sosok yang dijuluki sebagai bapak sosiologi Islam.

Sejak kecil, Ibnu Khaldun sudah hafal Al-Qur'an dan menunjukkan kecerdasan yang jauh melampaui usianya.

Lelaki ini tumbuh di lingkungan yang sarat ilmu pengetahuan. Dari keluarga terpelajar, ia belajar agama hingga bahasa di dunia. Kehausannya akan pengetahuan membuatnya terus membaca, berdiskusi, dan menulis. Bahkan saat memasuki usia remaja, pemikirannya sudah dikenal luas di berbagai wilayah.

Baca Juga: 35 Unit Pemadam Dikerahkan, Petugas Pastikan Tak Ada Korban Jiwa dalam Kebakaran Pasar Taman Puring yang Menghanguskan 500 Kios

Tak hanya piawai dalam sejarah, Ibnu Khaldun juga disebut sebagai bapak Ekonomi Islam. Pemikiran-pemikirannya soal teori ekonomi telah dikemukakan olehnya, memandang ekonomi bukan hanya soal perdagangan, tetapi terkait erat dengan politik, masyarakat, dan peradaban.

Pengalamannya tak terbatas di ruang belajar. Ibnu Khaldun mengembara, berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain, hidup bersama beragam masyarakat, dan mengamati cara hidup mereka. Dari perjalanan inilah, lahir pandangan-pandangan tajam yang kelak ia tulis dalam karya-karya besar.

Salah satu karyanya yang paling terkenal bertajuk "Muqaddimah". Buku ini menjadi pengantar dari kitab sejarahnya al-'Ibar, namun isinya melampaui sekadar catatan sejarah.

Baca Juga: Risyad Fahlefi Terpilih Aklamasi, Siap Satukan GMNI Lewat Forum Komunikasi Kader

Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun membedakan antara masyarakat primitif dan masyarakat modern. Ia juga menyoroti bagaimana sistem pemerintahan terbentuk dan berkembang. Menurutnya, suatu negara melewati lima tahap dalam siklus kekuasaannya.

"Tahap pertama adalah pendirian negara, di mana para pendiri memiliki semangat juang dan fanatisme untuk mendapatkan kekuasaan," tulis Ibnu Khaldun dalam karyanya.

Bagi Ibnu Khaldun, kekuatan negara bukan hanya diukur dari kekuatan militernya, tetapi juga dari moral, tekad, dan kemampuan pemimpinnya menjaga keseimbangan antara kekuasaan dan kesejahteraan rakyat.

Baca Juga: Polisi Temukan Tanda Kekerasan pada Mayat Perempuan dalam Drum di Kali Cisadane

Baca Juga: Polisi Ungkap Isi Tas Arya Daru yang Ditemukan di Rooftop: Ada Laptop, Obat-obatan, dan Belanjaan dari Mal

Berkaca dari hal tersebut, pemikiran Ibnu Khaldun membuatnya relevan hingga hari ini, di tengah dinamika politik modern.

Ibnu Khaldun wafat pada 19 Maret 1406 M di Kairo. Namun, warisan intelektualnya tetap hidup. Ia telah meninggalkan bukan hanya catatan sejarah, tapi juga peta pemikiran yang menjadi panduan bagi siapa saja yang ingin memahami perjalanan peradaban manusia.*

Tags

Terkini