Studi: Warga RI Masuk Barisan Paling Takut Pekerjaannya Tergerus AI, Jerman-Jepang Justru Sebaliknya

photo author
- Rabu, 20 Agustus 2025 | 23:51 WIB
Ilustrasi kecemasan warga RI terhadap perkembangan AI yang dianggap dapat mengambil alih pekerjaan mereka.  ((Freepik.com))
Ilustrasi kecemasan warga RI terhadap perkembangan AI yang dianggap dapat mengambil alih pekerjaan mereka. ((Freepik.com))

ALUR INFORMASI - Perdebatan tentang dampak kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) terhadap masa depan pekerjaan semakin ramai diperbincangkan publik internasional.

Di satu sisi, ada keyakinan AI bisa menjadi alat bantu yang meringankan beban manusia, namun, muncul kecemasan teknologi ini justru akan menggantikan tenaga kerja manusia dalam skala besar.

Hal itu terungkap dalam survei global terbaru berjudul "Global Public Opinion on Artificial Intelligence (GPO-AI)" pada tahun 2024. Studi tersebut memberikan gambaran yang tergolong cukup mengejutkan.

Baca Juga: Kemendag Amankan 19.391 Bal Pakaian Bekas Impor Ilegal Senilai Rp112 Miliar di Bandung

Diketahui, survei ini melibatkan 1.000 responden dari 21 negara, dan hasilnya menunjukkan adanya perbedaan besar dalam cara masyarakat dunia menilai risiko otomatisasi.

Studi GPO-AI ini disusun oleh Schwartz Reisman Institute for Technology and Society (SRI), dan bekerja sama dengan Policy, Elections, and Representation Lab (PEARL) di Munk School of Global Affairs & Public Policy, University of Toronto.

Dalam studi tersebut tak hanya menyinggung soal kehilangan pekerjaan, tapi juga isu deepfake dan regulasi negara terkait AI.

Baca Juga: Tanggapi Keinginan Lisa Mariana Mungkin Lakukan Tes DNA Ulang, Kuasa Hukum Ridwan Kamil: Kita Hargai

“Responden memandang anak-anak mereka dan generasi mendatang sebagai kelompok yang paling rentan terhadap kehilangan pekerjaan akibat mesin, lebih daripada diri mereka sendiri,” demikian pernyataan dalam studi GPO-AI yang dikutip pada Rabu, 20 Agustus 2025.

Secara umum, sekitar separuh responden global mengaku khawatir pekerjaan mereka atau orang-orang terdekat bisa hilang akibat digantikan mesin dalam 10 tahun ke depan. Kekhawatiran itu bahkan lebih besar jika menyangkut masa depan generasi berikutnya.

Menariknya, survei ini menunjukkan perbedaan tajam antara negara maju dan negara berkembang. Di negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat, rasa waspada terhadap AI jauh lebih tinggi dibandingkan di negara maju.

Baca Juga: Transaksi QRIS Antarnegara Capai Rp1,66 Triliun hingga Juni 2025, Penggunaan di Sektor Wisata Turut Meningkat

Indonesia masuk dalam jajaran negara yang merasa paling cemas. Sebanyak 76 persen responden asal Indonesia percaya pekerjaan mereka berisiko digantikan komputer atau mesin dalam satu dekade ke depan.

“Indonesia, bersama India dan Pakistan, termasuk kelompok negara dengan tingkat kekhawatiran tertinggi bahwa AI akan menggantikan pekerjaan mereka,” ungkap laporan tersebut.

Angka ini hampir sama dengan India (75 persen) dan Pakistan (72 persen). Ketiga negara itu menunjukkan kecenderungan yang serupa, yakni terkait adopsi teknologi melaju cepat, sementara perlindungan bagi pekerja dinilai masih terbatas.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Joko Widodo

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X