"Kalau pelestarian budaya yang sudah berjalan itu kita membuat akademi budaya Sunda. Di sana kami melatih para pejabat Pemkot Bandung dari mulai kepala dinas, para asisten, camat, lurah dan kepala sekolah Kota Bandung. Kita bantu untuk bisa berbahasa Sunda dalam memaparkan sesuatu," ungkap Didi Turmudzi.
Pada tahun 1960, Didi Turmudzi mengungkapkan budaya Sunda di Bandung masih sangat kental.
BACA JUGA:
Bahkan siapa pun yang datang ke Bandung dan dari manapun asalnya selalu ingin berusaha menjadi seperti orang Sunda.
"Mereka bicara dengan bahasa Sunda di mana pun berada. Di toko, alun-alun, sekolah, masjid. Tapi, pada tahun 1990, jangankan para pendatang, orang Bandung sendiri saja bahasanya sudah bercampur. Di Jawa Barat kita krisis menggunakan bahasa Sunda," jelasnya.
Namun Didi Turmudzi menyayangkan karena saat ini banyak para generasi muda yang kadang takut bicara pakai Bahasa Sunda karena adanya undak usuk basa.
BACA JUGA:
Berkaca dari persoalan tersebut, Paguyuban Pasundan mendirikan 118 sekolah, 4 perguruan 5, dan ada binaan pesantren untuk melestarikan Bahasa Sunda pada generasi muda.
"Dalam rangka pemberdayaan inilah kami fokus dalam Akademi Budaya Sunda. Ini rutin setiap 3 bulan sekali dalam berbagai level. Kita masuk juga ke kurikulum. Kita menyiapkan 2 SKS Budaya Sunda," paparnya.
Pada perguruan tinggi di tingkat S2 dan S3, bahkan abstraknya harus menggunakan bahasa Sunda dalam percakapan yang dilakukan.
BACA JUGA:
Dikatakan Didi Turmudzi, langkah tersebut dilakukan dalam rangka pelestarian bahasa dan budaya Sunda, meski mahasiswanya berasal dari berbagai provinsi.
"Penyampaian mata pelajaran pun dengan bahasa Sunda. Saat menguji sidang pun saya pakai bahasa Sunda," tuturnya.
Ia menambahkan, siapapun bisa menjadi anggota Paguyuban Pasundan karena organisasi tersebut menganut pendekatan kultural.
BACA JUGA: